Foto saya
Enthuastic about future at Semarang, Loyalty leader, "Aku masih muda dan liar. Karenanya, perang dan kerusuhan lebih menarik bagiku dibandingkan tatanan borjuis yang rapi. Brutalitas dihargai, rakyat butuh rasa takut; mereka ingin takut pada sesuatu; mereka ingin seseorang yang membuat mereka takut dan memaksa mereka menyerahkan dalam ketakutan".

Minggu, 15 Maret 2009

Kenapa Aku Diuji?

Surah Al-Ankabut ayat 2-3
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan  sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.


Surah Al-Baqarah ayat 216
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

KENAPA UJIAN SEBERAT INI?
Surah Al-Baqarah ayat 286
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

RASA FRUSTASI?
Surah Al-Imran ayat 139
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

BAGAIMANA AKU HARUS MENGHADAPINYA?
Surah Al-Imran ayat 200
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.
Surah Al-Baqarah ayat 45
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',

APA YANG AKU DAPAT DARI SEMUA INI?
Surah At-Taubah ayat 111 Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.

KEPADA SIAPA AKU BERHARAP?
Surah At-Taubah ayat 129
Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal

AKU TAK DAPAT BERTAHAN LAGI!!!!!
Surah Yusuf ayat 87
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.

Surah An-Nisaa' ayat 86
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.

Subhanallah
Mari kita berbenah dan terus berbenah..untuk memepersembahkan yang terbaik dalam masa hidup kita... Dengan torehan kemuliaan dan semangat pantang menyerah... Dimanapun. kapanpun dan dengan siapapun..selama ALLAH SWT menjadi "..just The ONE goal..“ Insya Allah akan "bahagia" sebagaimana doa yang sering terlantun untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

Read More......

Kamis, 12 Maret 2009

Uniknya SPBU antara Banjarnegara - Purwokerto

didalam perjalanan saya ke kota Purwokerto dari Banjarnegara ada hal yang menarik dan unik selama dalam perjalanan yakni tempat pengisian SPBU sepanjang jalan itu memberikan identitas masing-masing SPBU-nya.

Setiap SPBU memiliki sebuah kolam ataupun akuarium yang unik.. ada SPBU yang memiliki kolam yang berisi ikan yang panjangnya hampir 3 meter. namanya ikan arapaima.. mungkinkalian aru mendengar ikan tersebut. seperti foto dibawah ini.

mungkin agak kurang begitu jelas..
adapula SPBU yang memeliharaikan hiu.. dan masih banyak lagi..

Read More......

Sabtu, 07 Maret 2009

Kisah Sepotong Kue

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu,ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara, lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita itu membaca buku yang baru saja dibelinya. Dalam keasyikannya , ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu.
Wanita itupun sempat berpikir: "Kalau aku bukan orang baik sudah kutonjok dia!“.
Setiap ia mengambil satu kue, Si lelaki juga mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu.

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu,ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara, lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita itu membaca buku yang baru saja dibelinya. Dalam keasyikannya , ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu.
Wanita itupun sempat berpikir: "Kalau aku bukan orang baik sudah kutonjok dia!“.
Setiap ia  mengambil satu kue, Si lelaki juga mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue terakhir dan  membaginya dua.
Si lelaki menawarkan separo miliknya sementara ia makan yang separonya lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir : “Ya ampun orang ini berani  sekali, dan ia juga kasar malah ia tidak kelihatan berterima kasih”.
Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela napas lega saat  penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang.Menolak untuk menoleh pada si "Pencuri tak tahu terima kasih". Ia naik pesawat dan duduk  di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia  merogoh tasnya, ia menahan nafas dengan kaget.
Disitu ada kantong kuenya, di  depan matanya !!!
Koq milikku ada disini erangnya dengan patah hati.
Jadi kue  tadi adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi. Terlambat untuk minta maaf, ia  tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu
terima kasih. Dan dialah pencuri kue itu !
Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi.

Kita sering  berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya.
Orang lainlah yang selalu salah
Orang lainlah yang patut disingkirkan
Orang lainlah yang tak tahu diri
Orang lainlah yang berdosa
Orang lainlah yang selalu bikin masalah
Orang lainlah yang pantas diberi pelajaran Padahal
Kita sendiri yang mencuri kue tadi
Kita sendiri yang tidak tahu terima kasih.

Kita sering mempengaruhi, mengomentari , mencemooh pendapat, penilaian atau  gagasan orang lain .
Sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.

Read More......

Kisah paku dan pagar

Pernah ada anak lelaki dengan watak buruk. Ayahnya memberi dia sekantung
penuh paku, dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap
kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.

Hari pertama dia memaku 37 batang di pagar.
Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari.
Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri daripada memaku di pagar.

Pernah ada anak lelaki dengan watak buruk. Ayahnya memberi dia sekantung
penuh paku, dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap
kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.

Hari pertama dia memaku 37 batang di pagar.
Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari.
Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri daripada memaku di pagar.

Akhirnya tiba hari ketika dia tidak perlu lagi memaku sebatang paku pun dan dengan gembira disampaikannya hal itu kepada ayahnya.

Ayahnya kemudian menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap hari bila dia berhasil menahan diri/bersabar.
Hari-hari berlalu dan akhirnya tiba harinya dia bisa menyampaikan kepada ayahnya bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar.

Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata:
”Anakku, kamu sudah berlaku baik,
tetapi coba lihat betapa banyak lubang yang ada di pagar.”


Pagar ini tidak akan kembali seperti semula.
Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain, hal itu selalu meninggalkan luka seperti pada pagar.

Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali, tetapi akan meninggalkan luka.
Tak peduli berapa kali kau meminta maaf/menyesal, lukanya tinggal.
Luka melalui ucapan sama perihnya seperti luka fisik.
Kawan-kawan adalah perhiasan yang langka.
Mereka membuatmu tertawa dan memberimu semangat.
Mereka bersedia mendengarkan jika itu kau perlukan,
mereka menunjang dan membuka hatimu.
Tunjukkanlah kepada teman-temanmu
betapa kau menyukai mereka.

Yakinlah pada dirimu ketika berkata: ”Aku mencintaimu."
Jika kau berkata: “Aku menyesal,”
tataplah mata lawan bicaramu.
Jangan permainkan harapan orang lain.
Mungkin kau bisa tersinggung,
tetapi itulah satu-satunya cara untuk menjalani hidupmu.
Jangan adili orang lain, tetapi adili dirimu secara kritis.

Read More......

Jumat, 06 Maret 2009

Cinta dan Kebencian

Tenaga apakah yang menggerakkan kehidupan?. Cinta dan kebencian. Kedua-dua itulah yang mewarnai sejarah hidup manusia menjadi putih atau hitam. Kerana cinta, Adam dan Hawa bersatu. Kerana cinta, Taj Mahal di India terbina. Dan banyak lagi bukti di dalam dunia nyata ini betapa angungnya cinta itu.

Tenaga apakah yang menggerakkan kehidupan?. Cinta dan kebencian. Kedua-dua itulah yang mewarnai sejarah hidup manusia menjadi putih atau hitam. Kerana cinta, Adam dan Hawa bersatu. Kerana cinta, Taj Mahal di India terbina. Dan banyak lagi bukti di dalam dunia nyata ini betapa angungnya cinta itu.

Berawal dari cinta, cerita kehidupan diputar. Tapi sayang, sejak awal mula kisah sejarah manusia ini, cinta telah dikotori oleh kebencian. Kebencianlah yang menyebabkan Qabil membunuh Habil, sebuah tragedi paling tragis untuk pertama kalinya dalam sejarah kemanusiaan. Pembunuhan manusia oleh manusia. Ya, cinta dan kebencian pulalah yang saat ini kita saksikan
meramaikan drama kehidupan. Dunia ini dipenuhi dengan kisah cinta yang begitu mempesona, juga kisah kebencian yang sangat memilukan.

Cinta membuat dunia menjadi kelihatan 'hidup', damai, sejuk, indah, penuh pesona. Sebaliknya kebencian menjadikan dunia ini nampak membujur kaku seperti mayat, seperti perkuburan. Aromanya menyengat tak ubahnya bangkai. Bunga-bunga menjadi layu. Setiap mata menatap penuh kekosongan, kesedihan dan kepiluan.

Cinta menawarkan titik-titik air yang sungguh menyejukkan. Setiap titisannya menghidupkan jiwa yang gersang. Tiap titikannya adalah surga. Kebencian menyebarkan aroma darah, menitiskan air mata. Tiap titisnya membuat jiwa menjadi gersang. Tiap titiknya adalah api, membakar kehidupan. Panas yang luar biasa. Cinta menggerakkan kebaikan. Kebencian memunculkan kejahatan. Sejarah kebaikan adalah sejarah cinta. Sejarah kejahatan adalah sejarah kebencian. Maka tebarkanlah cinta di segenap penjuru dunia. Berjalanlah dengan cinta. Siramlah setiap relung jiwa yang hampa dengan cinta, niscaya ia menjadi hidup dan penuh pesona.

Read More......

Rabu, 04 Maret 2009

Semua Tentang Kebohongan

Pribadi bagaimana bisa yang menjadi pembohong?
Bohong dapat digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan interaksi sosial. Misalnya untuk mendapatkan teman atau mempengaruhi orang lain. Ini artinya bohong memang bisa dimanipulasi sesuai kehendak untuk menggapai tujuan tertentu. Orang-orang yang manipulatif adalah mereka yang bisa memanfaatkan bohong secara maksimal.

Apakah ada orang yang membohongi diri sendiri?
“Jangan membohongi diri sendiri!” Begitu biasanya.....

Pribadi bagaimana bisa yang menjadi pembohong?
Bohong dapat digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan interaksi sosial. Misalnya untuk mendapatkan teman atau mempengaruhi orang lain. Ini artinya bohong memang bisa dimanipulasi sesuai kehendak untuk menggapai tujuan tertentu. Orang-orang yang manipulatif adalah mereka yang bisa memanfaatkan bohong secara maksimal.

Apakah ada orang yang membohongi diri sendiri?
“Jangan membohongi diri sendiri!” Begitu biasanya peringatan yang diberikan kepada seseorang untuk jujur pada dirinya sendiri. Tapi apa sebenarnya bohong terhadap diri sendiri itu? Bohong kepada diri sendiri sebenarnya konsep yang masih kabur. Menurut sebagian pihak, artinya mengingkari apa yang menjadi kehendak hatinya yang paling dalam. Tapi kehendak hati yang paling dalam itu apa maksudnya? Sekali lagi, ini adalah konsep yang kabur.
Biasanya seseorang dikatakan berbohong pada diri sendiri jika menyatakan kepada diri sendiri berbeda dari yang dirasakan sendiri. Misalnya Anda merasa bahwa Anda masih mencintai seseorang bernama Rommy, namun Anda mengatakan kepada diri Anda sendiri, bahwa Anda sudah tidak mencintainya lagi. “Aku sudah tidak mencintai Rommy lagi, sudah tidak lagi!”
Pada saat Anda mengatakan pada orang lain bahwa Anda sudah tidak mencintai Rommy, maka pada saat itu sudah berubah menjadi bohong kepada orang lain. Nah, jadi bedanya hanya soal siapa yang menjadi korban kebohongan. Pertanyaannya, apa mungkin membohongi diri sendiri karena diri sendiri tentunya cukup sadar dengan apa yang dirasakan. Artinya tahu fakta apa adanya. Anda tahu fakta bahwa Anda masih mencintai Rommy, tapi Anda berusaha menyingkirkan pikiran itu dari diri Anda sehingga Anda mengingkarinya. Jika semacam itu dianggap bohong terhadap diri sendiri, lalu apa bedanya dengan lamunan atau khayalan? Misalnya pada saat berkhayal, Anda membayangkan menjadi pemain sepakbola hebat yang bermain di klub terkenal di dunia. Di sisi lain Anda hanyalah penggemar sepakbola yang skill bermain Anda hanya cukup untuk tim Kampung. Anda tahu faktanya, dan Anda mengingkarinya. Apakah itu yang dimaksud kebohongan terhadap diri sendiri?
Kebohongan bisa membentuk lingkaran setan dan terus bertumpuk. Sekali kebohongan dilakukan, biasanya kebohongan akan abadi karena harus terus melakukan kebohongan agar tidak dianggap berbohong. Misalnya Anda berbohong pernah ke kota Milan, bukankah Anda akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan itu? Pada saat ada yang bertanya tentang kota Milan, bukankah Anda akan dijadikan rujukan? Maka Anda harus berbohong tentang Milan. Ini artinya, hanya orang-orang cerdas yang mampu berbohong dengan sempurna, sebab selalu tahu celah untuk menghindari terbongkarnya kebohongan.

Apa yang anda rasakan ketika berbohong?
Apakah Anda merasakan munculnya perasaan bersalah? Atau munculnya rasa was-was? Degup jantung lebih kencang sehingga dada berdebar-debar? Bulu kuduk merinding? Atau Anda tidak merasakan apa-apa? Sebagian orang melaporkan munculnya perasaan bersalah setelah berbohong. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa tekanan yang dialami seseorang ketika berbohong akan terus meningkat dari sebelum berbohong, saat berbohong, dan yang tertinggi pada beberapa saat sesudah berbohong. Namun demikian, kebanyakan yang berbohong menyatakan bahwa kebohongan yang dilakukannya bukan sesuatu yang serius.
Pada umumnya orang merasa bahwa kebohongan yang dilakukannya bertujuan melindungi yang dibohongi ataupun melindungi diri sendiri. Sangat jarang orang mengaku berbohong untuk mendapatkan keuntungan personal.
Berbohong digunakan sebagai cara agar semuanya merasa nyaman. Begitu pengakuan dari yang melakukan kebohongan. Pada umumnya pembohong juga mengaku melakukan kebohongan yang lebih sedikit daripada orang lain. Mereka biasanya juga mengaku cukup sukses dalam berbohong.
Mungkin orang yang berbohong akan merasa risih atau malu untuk berada lebih dekat dengan orang lain setelah menyampaikan kebohongan. Boleh jadi, setelah berbohong, seseorang akan berupaya menjauh dari pihak yang dibohongi, atau sekurangnya menjaga jarak. Jadi, kalau setelah bercerita pada Anda seseorang tidak berusaha lebih dekat, maka mungkin dia menceritakan cerita bohong.
Mereka yang berbohong biasanya kemudian cenderung memberikan tekanan berlebih pada apa yang dibohongkan. Cenderung lebih emosional, lebih dalam tekanan suaranya dalam menyampaikan, dan lebih memperhatikan. Kadang tidak terdapat kesesuaian antara kondisi yang diceritakan dengan apa yang ditampilkan.
pembohong biasanya memberikan jawaban yang lebih singkat. Mereka juga menunda jawaban lebih lama, sering mengalami kekeliruan ucapan, jawaban yang diberikan kurang serius atau terkesan main-main. Terkadang dalam jawaban itu juga mengandung kegugupan.
Pada umumnya orang berusaha melihat seseorang berbohong atau tidak berdasarkan ekspresi wajah. Jika Anda merasa ada yang kurang beres dengan apa yang diucapkan oleh lawan bicara, maka Anda akan cenderung melihat ke wajahnya untuk memastikan apakah lawan bicara Anda itu serius atau tidak. Jika dinilai serius maka dianggap tidak berbohong. Sebaliknya jika dianggap kurang serius maka akan dinilai berbohong. Hal itu ada benarnya karena pada saat berbohong biasanya secara spontan terjadi perubahan ekspresi wajah. Nah, para pembohong biasanya berupaya menutupi satu ekspresi wajah dengan perilaku atau ekspresi lainnya yang tidak asli. Hal itu dilakukan untuk menimbulkan ekspresi yang mendukung cerita bohong.

JADI KEBOHONGAN ITU PASTI AKAN TERUNGKAP.. CEPAT ATAU LAMBAT...!!

Read More......

Selasa, 03 Maret 2009

Apakah UU 31/1999 bayi lahir tanpa anus?

Didalam UU 31/1999 tidak terdapat aturan peralihan, baru pada UU 20/2001 pada pasal 43A dibuat aturan peralihan
apakah terjadi kekosongan hukum? jawabnnya adalah tidak terjadi kekosongan hukum karena UU 31/1999 merupakan perubahan UU dari 3/1971 yang merupakan telah dirumuskan pada pasal 1 ayat 2 KUHP.

Didalam UU 31/1999 tidak terdapat aturan peralihan, baru pada UU 20/2001 pada pasal 43A dibuat aturan peralihan
apakah terjadi kekosongan hukum? jawabnnya adalah tidak terjadi kekosongan hukum karena UU 31/1999 merupakan perubahan UU dari 3/1971 yang merupakan telah dirumuskan pada pasal 1 ayat 2 KUHP.
Kita lihat bahwa UU TPK tidak mengatur tentang percobaan, penyertaan, alasan penghapus pidana,dan alasan hapusnya kewenangan menuntut. apakah berarti ada kekosongan hukum? jawabannya adalah tidak ada. Jadi tidak ada masalah. Kita harus perpandangan secara sistem, tidak boleh berpikir secara parsial.

Read More......

Beberapa Masalah Yuridis Undang-Undang yang Sekarang Produk Legislatif

1. Masalah Kualifikasi Delik
a. tidak dicantumkannya kualfikasi delik pelanggaran atau kejahatan (pada UU TPK)
b. masalah pemufakatan jahat, tidak diberikannya pengertian/batasan/syarat-syarat
kapan dikatakan ada pemufakatan jahat (pada UU TPK)
didalam KUHP pemufakatan jahat ada pada pasal 88 KUHP, pasala tersebut berada
pada BAB IX yang merupakan istilah untuk KUHP, tidak bisa diartikan untuk UU
lain diluar KUHP.
c. masalah delik aduan, dicantumkannya delik aduan padahal bangunan induk yaitu
KUHP menetapkan delik biasa (UU KDRT)
d. masalah residivis
masalahnya terletak pada.....

1. Masalah Kualifikasi Delik
a. tidak dicantumkannya kualfikasi delik pelanggaran atau kejahatan (pada UU TPK)
b. masalah pemufakatan jahat, tidak diberikannya pengertian/batasan/syarat-syarat
kapan dikatakan ada pemufakatan jahat (pada UU TPK)
didalam KUHP pemufakatan jahat ada pada pasal 88 KUHP, pasala tersebut berada
pada BAB IX yang merupakan istilah untuk KUHP, tidak bisa diartikan untuk UU
lain diluar KUHP.
c. masalah delik aduan, dicantumkannya delik aduan padahal bangunan induk yaitu
KUHP menetapkan delik biasa (UU KDRT)
d. masalah residivis
masalahnya terletak pada UU TPK No.20/2001 mencabut pasal-asal didalam KUHP
yaitu pasal 415, 417, 425 dinyatakan tidak berlaku lagi. Padahal residivis
dijadikan syarat pidana mati dalam UU TPK, tetapi tidak diatur syarat-syarat
residivis.
jadi tidak ada aturan recividis dalam UU TPK.
2. Masalah Perumusan Pidana
a. masalah pidana minimal, masalah ini terletak pada tidak adanya pengaturan
pidana minimal.
b. masalah pidan denda umtuk korporasi, masalahnya tidak ada pengaturan apabila
korporasi tidak mampu membayar pidana denda, tidak ada pengaturan yang
menggantikan pidana kurungan itu siapa.
c. masalah pidana mati, didalam UU TPK dimungkinkan adanya pidana mati, akan
tetapi pengaturan pidana mati tidak diatur dan hanya berupa pasal penjelasan
padahal pasal penjelasan tidak bisa dijadikan dasar hukum dijatuhkannya pidana
mati.
d. pidana bersyarat pada UU 3/1997, masalahnya terletak pada UU tersebut mencabut
pasal 45 s/d 47 KUHP, dan untuk pidana bersyarat dia mengatur sendiri. yang
menjadi masalah adalah disini pengaturan pidana bersyarat tidak dicabut.
Jadi masalahnya tidak dicabutnya pasal pengaturan secara keseluruhan dapat
merusak bangunan sistem induk. karena UU 3/1997 merupakan sub sistem dari
sebuah sistem.
3. Masalah Subyek Tindak Pidana
masalah nya terletak pada dicantumkannya korporasi sebagai subyek tindak pidana
akan tetapi tidak ada pengaturannya mengenai siapa yang bertanggung jawab dalam
hal korporasi melakukan tindak pidana.

Read More......

Prinsip-prinsip Pembatasan Hukum Pidana Menurut Nigel Walker

a. Hukum Pidana hanya untuk pembalasan
b. Hukum Pidana jangan digunakan yang tidak membahayakan
c. Hukum Pidana jangan dipakai jika ada sarana lain yang efektif

a. Hukum Pidana hanya untuk pembalasan
b. Hukum Pidana jangan digunakan yang tidak membahayakan
c. Hukum Pidana jangan dipakai jika ada sarana lain yang efektif
d. Hukum Pidana jangan dipakai jika akibat yang timbul lebih besar dari tindak pidana itu sendiri
e. Larangan hukum pidana mengandung sifat berbahaya daripada perbuatan yang akan di cegah

Read More......

Senin, 02 Maret 2009

Bekerjanya Hukum Menurut Robert B Siedman

Bahwa basis bekerjanya hukum adalah masyarakat, maka hukum akan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan sampai dengan pemberlakuan. Kekuatan sosial akan berusaha masuk dalam setiap proses legislasi secara efektif dan efesien.

Bahwa basis bekerjanya hukum adalah masyarakat, maka hukum akan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan sampai dengan pemberlakuan. Kekuatan sosial akan berusaha masuk dalam setiap proses legislasi secara efektif dan efesien. Peraturan dikeluarkandiharapkan sesuai dengan keinginan, tetapi efek dari perturan tersebut tergantung dari kekuatan sosial seperti budaya hukumnya baik, maka hukum akan bekerja dengan baik pula, tetapi sebaliknya apabila kekuatannya berkurang atau tidak ada maka hukum tidak akan bisa berjalan. Karena masyarakat sebagai basis bekerjanya hukum.

Read More......

Minggu, 01 Maret 2009

Tips dan Triks mencari mp3 gratis di internet

Tentunya kalian jika ingin mendownload mp3 gratis di internet mengalami kesulitan.. saya akan memberikan sebuah tips dan trik yang sangat mudah untuk mencari situs-situs yang yang menyediakan layanan download mp3 gratis.. caranya adalah sebagai berikut :

Tentunya kalian jika ingin mendownload mp3 gratis di internet mengalami kesulitan.. saya akan memberikan sebuah tips dan trik yang sangat mudah untuk mencari situs-situs yang yang menyediakan layanan download mp3 gratis.. caranya adalah sebagai berikut :
1. kamu buka search engine terlebih dahulu.. seperti google.com, altavista.com atau yahoo.com
2. masukan key word atau kata kuncinya yaitu
contoh kalo kita ingin mencari lagu iwan fals kta langsung saja memasukan key word seperti ini.
?intitle:index.of? mp3 "iwan fals"
?intitle:index.of? mp3 "iwan fals" "kemesraan"
?intitle:index.of? mp3 "kemesraan"
supaya langsung ke judul lagunya anda dapat memasukan penyanyi/band dan judul lagunya dengan diberi tanda petik.
selamat mencoba..

Read More......

Sistem Pembinaan Para Narapidana Untuk Pencegahan Residivisme

BAB I
PENDAHULUAN

Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (recht staat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat)”. Dalam Pembukaan UUD 1945 diamanatkan kepada bangsa Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan kertertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Hukum yang diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman, dan tertib, demikian juga hukum pidana yang merupakan salah satu hukum yang dibuat oleh manusia mempunyai dua fungsi yaitu:

BAB I
PENDAHULUAN

Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (recht staat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat)”. Dalam Pembukaan UUD 1945 diamanatkan kepada bangsa Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan kertertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Hukum yang diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman, dan tertib, demikian juga hukum pidana yang merupakan salah satu hukum yang dibuat oleh manusia mempunyai dua fungsi yaitu:
1. Fungsi umum dari hukum pidana sama dengan fungsi hukum lainnya ialah mengatur hidup kemasyarakatan dan menyelenggarakan tata hidup didalam masyarakat.
2. Fungsi khusus bagi hukum pidana ialah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi berupa pidana
Pidana penjara itu adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang untuk mentaati semua peraturan dari tata tertib yang berlaku di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang dikaitkan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.
Secara yuridis formal, masalah pemberian sanksi pidana di Indonesia dikenal sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP itu terdapat ketentuan pasal mengenai sanksi pidana yaitu Pasal 10 KUHP,yang berbunyi bahwa Pidana terdiri atas:
a. Pidana pokok :
1. Pidana mati
2. pidana penjara,
3. kurungan,
4. denda,
5. pidana tutupan (UU N. 20 Tahun 1946
b. Pidana tambahan
1. pencabutan hak-hak tertentu,
2. perampasan barang tertentu,
3. pengumuman putusan hakim.

Narapidana adalah manusia yang memiliki spesifikasi tertentu, secara umum Narapidana adalah manusia biasa seperti kita semua, namun kita tidak dapat begitu saja menyamakan begitu saja. Dalam konsep pemasyarakatan baru Narapidana bukan saja sebagai obyek melainkan juga sebagai sebagai subyek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenai pidana, sehingga tidak harus diberantas. Bagaimanapun juga Narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi lebih produktif, untuk menjadi lebih baik dari sebelum menjadi pidana.
Sistem pemasyarakatan erat kaitannya dengan pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan yang dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan penjatuhan pidana. Pelaksanaan sistem hilang kemerdekaan yang berlangsung selama kurun waktu tertentu telah merupakan refleksi historis dalam perkembangan falsafah Peno koreksional dari masa ke masa. Secara singkat dapat di katakan sejarah Pemasyarakatan memuat value oriented atau value centered, karena system pemasyarakatan itu sendiri dengan konsisten dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat.
Konsepsi pemasyarakatan ini, bukan semata-mata merumuskan tujuan dari penjara, melainkan suatu system pembinaan, suatu metodologi dalam bidang “treathment of offenders”. Sistem Pemsyarakatan bersifat multilateral oriented, dengan pendekatan yang berpusat kepada potensi-potensi yang ada, baik pada individu yang bersangkutan maupun yang ada ditengah masyarakat, sebagai suatu keseluruhan. Secara singkat, system pemasyarakatan adalah konsekuensi adanya pidan penjara yang merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana hilang kemerdekaan.
Istilah “Pemasyarakatan” secara resmi menggantikan istilah kepenjaraan sejak tanggal 27 April1964 melalui amanat tertulis Presiden Soekarno dibacakan pada konferensi Dinas Para Pejabat Kepenjaraan di Lembang Bandung. Amanat ini dimaksudkan dalam rangka “ retooling” dan “reshaping” dari system kepenjaraan yang dianggap tidak selaras dengan adanya ide Pengayoman sebagai konsepsi hukum nasional yang berkepribadian Pancasila. Selanjutnya ide Pemasyarakatan dicetuskan oleh Dr. Saharjo, SH tepatnya pada tanggal 5 Juli 1963 dalam pidato penganugrahan gelar Doctor Honoris Causa dibidang ilmu hukum oleh Universitas Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

Ketika berbicara tentang kejahatan, maka seringnya yang pertama muncul dalam benak kita adalah pelaku kejahatan. Kita biasa menyebut mereka penjahat, kriminal, atau lebih buruk lagi, sampah masyarakat, dan masih banyak lagi. Masyarakat sudah terbiasa, atau dibiasakan, memandang pelaku sebagai satu-satunya faktor dalam gejala kejahatan. Maka tidaklah mengherankan bila upaya penanganan kejahatan masih terfokus hanya pada dndakan penghukuman terhadap pelaku. Memberikan hukuman kepada pelaku masih dianggap sebagai “obat manjur” untuk “menyembuhkan” baik luka atau derita korban maupun kelainan perilaku yang ”di idap” pelaku kejahatan.
Herbert L. Packer dalam bukunya 'The Umits of The Criminal Sanction' menyebutkan bahwa sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama atau terbaik dan suatu ketika merupakan pengancam yang utama dari kebebasan manusia itu sendiri. Sanksi pidana merupakan penjamin apabila dipergunakan secara hemat, cermat, dan manusiawi. Sementara sebaliknya, bisa merupakan ancaman jika digunakan secara sembarangan dan secara paksa. Faktanya, banyak ditemukan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan yang menyebabkan viktimisasi terhadap para terpidana. Konsep Lembaga Pemasyarakatan pada level empirisnya, sesungguhnya, tak ada bedanya dengan penjara. Bahkan ada tudingan bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah sekolah kejahatan. Sebab orang justru menjadi lebih jahat setelah menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan. Ini menjadi salah satu faktor dominan munculnya seseorang bekas narapidana melakukan kejahatan lagi, yang biasa disebut dengan residivis.
Pengintegrasian kembali narapidana ke dalam masyarakat harus dilakukan lewat tahapan self realisation process. Yaitu satu proses yang memperhatikan dengan seksama pengalaman, nilai-nilai, pengharapan dan cita-cita narapidana, termasuk di dalamnya latar belakang budayanya, kelembagaannya dan kondisi masyarakat dari mana ia berasal.
Penjara yang telah melakukan segala usaha untuk merabilitasi penjahat tidaklah lebih berhasil dari pada penjara yang membiarkan penghuninya “melapuk” dan bahwa rehabilitasi adalah kebohongan yang diagung-agungkan. Kita melihat kenyataan yang sebenarnya bahwa penjara mengasingkan penjahat dari cara hidup yang wajar sehingga la tidak siap untuk hidup dl jalan yang benar setelah ia dibebaskan dari penjara. Juga kenyataan adanya kekerasan dalam penjara yang merendahkan martabat manusia dl penjara. Yang dimaksud disini adalah, penjara telah mengasingkan penjahat dari cara hidup yang wajar melalui sikap para petugas penjara terhadap para terpidana yang selalu diiringi rasa was-was, mereka merasa setiap saat dalam keadaan bahaya karena mereka dikelilingi oleh penjahat yang dicurigai setiap saat memberontak.
Selain itu jenis keterampilan atau pekerjaan yang ada sangat terbatas dengan upah yang tidak memadai. Ironisnya, hampir seluruh tindak kejahatan yang ditangani oleh Sistem Peradilan Pidana Indonesia selalu berakhir di penjara. Padahal penjara bukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah-masalah kejahatan, khususnya tindak kejahatan di mana "kerusakan" yang ditimbulkan oleh tindak kejahatan tersebut masih bisa di restorasi sehingga kondisi yang telah "rusak" dapat dikembalikan ke keadaan semula, di mana dalam keadilan restoratif mi dimungkinkan adanya penghilangan stigma dari individu pelaku. Dalam menyikapi tindak kejahatan yang dianggap dapat di restorasi kembali, dikenal suatu paradigma penghukuman yang disebut sebagai restorative justice, di mana pelaku di dorong untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya kepada korban, keluarganya dan juga masyatakat.
Berkaitan dengan kejahatan yang kerusakan masih bisa diperbaiki, pada dasarnya masyarakat menginginkan agar bagi pelaku diberikan "pelayanan" yang bersifat rehabilitatif. Masyarakat mengharapkan para pelaku kejahatan akan menjadi lebih baik dibanding sebelum mereka masuk kedalam institusi penjara, Situasi program pembinaan ketrampilan kerja/latihan kerja yang sekarang ini berjalan di dalam dan luar lembaga, Dengan mencari hasil signifikansi program tersebut untuk menjadi faktor penghalang seorang mantan penghuni penjara kembali ke dalam penjara. Dan akan dianalisa seberapa besar signifikansi program pembinaan tersebut telah sesuai dengan nilai-nilai restorative justice system.
Dengan munculnya peace making criminology yang menawarkan suatu pilihan tentang bentuk penghukuman yang bersifat non-violence dilakukan di luar lembaga pemasyarakatan, melibatkan partisipasi aktif korban, bersatu untuk mengintegrasikan pelaku ke dalam masyarakat, melalui suatu mekanisme mediasi, yang kemudian dikenal dengan restorative justice.
Restorative justice adalah suatu proses dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah bagaimana menangani akibatnya di masa yang akan datang. Dilihat dengan kaca mata restorative justice, tindak pidana adalah suatu pelanggaran terhadap manusia dan relasi antar manusia. Tindak pidana menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, pelaku, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati.
Korban, dalam pandangan restorative justice, adalah orang yang menjadi target atau sasaran kejahatan, anggota keluarganya, saksi mata, anggota keluarga pelaku, dan masyarakat secara umum. Tindak pidana memunculkan kewajiban dan liabilitas. Pelaku harus dibantu untuk sadar akan kerugian atau kerusakan yang timbul dan dibantu dalam menunaikan kewajibannya untuk secara maksimal memulihkan kerugian atau kerusakan yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya. Kesadaran yang muncul, keinginan untuk memulihkan, dan pelaksanaan pemulihan kerugian atau kerusakan diharapkan muncul karena kerelaan dari pelaku tindak pidana bukan dikarenakan adanya paksaan dari pihak lain, Di sisi lain, masyarakat juga mempunyai kewajiban terhadap korban dan pelaku tindak pidana dalam mengmtegrasikan mereka kembali ke dalam masyarakat dan menjamin terbukaluasnya kesempatan bagi pelaku untuk dapat memperbaiki din dan kembali aktif di dalam masyarakat.
Kebutuhan dan keselamatan korban menjadi perhatian yang utama dari proses restorative justice. Korban harus didukung dan dapat dilibatkan secara langsung dalam proses penentuan kebutuhan dan hasil akhir dari kasus tindak pidana yang dialaminya. Namun dengan demikian bukan berarti kebutuhan pelaku tindak pidana diabaikan. Pelaku tindak pidana harus direhabilitasi dan direintegrasikan ke dalam masyarakat. Konsekuensi dari kondisi mi mengakibatkan perlunya dilakukan pertukaran informasi antara korban dan pelaku tindak pidana secara langsung dan terjadinya kesepakatan yang saling menguntungkan di antara keduanya sebagai hasil akhir dari tindak pidana yang terjadi.
Proses restorative justice merupakan proses keadilan yang sepenuhnya dijalankan dan dicapai oleh masyarakat. Proses yang benar-benar harus sensitif terhadap kebutuhan masyarakat dan benar-benar ditujukan untuk mencegah dilakukannya kembali tindak pidana. Hal ini menjadikan keadilan sebagai sesuatu yang penuh dengan pertimbangan dalam merespon kejahatan dan menghindari terjadinya stigmatisasi. Sehingga sangat disadari perlu dijalankannya suatu mekamsme monitoring di dalam masyarakat terhadap pelaksanaan hasil akhir dari penyelesaian suatu tindak pidana, menyediakan dukungan, dan dibukanya kesempatan yang luas bagi stakeholder kunci. Hasil analisa terhadap existing legal framework dan dikaitan dengan perspektif restorative justice adalah:
• Konsep Sistem Pemasyarakatan dalam instrumen nasional tentang reaksi negara terhadap orang yang telah divonis melanggar hukum, yang diilhami oleh 10 Prinsip Pemasyarakatan dari Dr. Sahardjo, memperlihatkan kecenderungan nilai dan pendekatan yang hampir sama dengan nilai dan pendekatan yang terdapat dalam instrumen internasional tentang perlakuan terhadap tahanan dan narapidana, sebagaimana termuat dalam Peraturan-peraturan Standar Minimum (Perserikatan Bangsa Bangsa) bagi Perlakuan terhadap Narapidana, resolusi 663 C (XXIV)/1957 dan resolusi 2076/1977. Meskipun dalam undang-undang tentang penghukuman dalam sistem peradilan Indonesia tidak diatur secara detail perihal perlakuan minimal yang diberikan oleh negara. Baik Konsep Sistem Pemasyarakatan maupun Peraturan-peraturan Standar Minimum Bagi Perlakuan terhadap Narapidana menganut filosofi penghukuman yang diwarnai pendekatan rehabilitatif, yaitu pendekatan yang menganggap pelaku pelanggar hukum sebagai pesakitan dan karenanya harus disembuhkan.
• Hak-hak narapidana atau orang-orang yang dipenjara sebagaimana tercantum dalam Peraturan-peraturan Standar Minimum (Perserikatan Bangsa Bangsa) bagi Perlakuan terhadap Narapidana, resolusi 663 C (XXTV)/1957 dan resolusi 2076/1977, sebagian besar juga diatur dalam instrumen-instrumen nasional.
• Hak-hak korban salah pemidanaan dan korban penganiayaan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang, hal mana secara jelas dan detail diatur dalam instrumen-instrumen internasional tidak diatur dengan jelas dalam instrumen nasional, kecuali dalam Konvensi
Ada perbedaan yang cukup signifikan antara aneka penghukuman terhadap narapidana yang melakukan berbagai pelanggaran disiplin lembaga (melakukan pelanggaran atas aturan dan tata tertib lembaga penahanan/penjara). Dalam instrumen nasional, terdapat hukuman tutupan sunyi maupun hukuman untuk menghentikan atau menunda hak tertentu untuk jangka waktu tertentu bagi narapidana yang dianggap melakukan pelanggaran hukuman disiplin. Padahal dalam instrumen-instrumen internasional, bentuk hukuman yang demikian ini dilarang.
Mengenai kelengkapan keamanan yang standar bagi petugas lembaga penahanan atau pemenjaraan dalam menjalankan tugas kesehariannya, perlu sangat selektif dalam penggunaan senjata api. Dalam instrumen nasional, penggunaan senjata api justru dinyatakan secara eksplisit sebagai satu kondisi yang umum/biasa.
Dalam kegiatan pengenalan lingkungan bagi narapidana yang baru masuk ke lembaga pemenjaraan, yang pada saat itu diberikan pengenalan fisik lingkungan, juga seyogyanya diberikan pengenalan atas peraturan-peraturan yang eksis dalam lembaga, tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh narapidana, juga tentang hak dan kewajiban narapidana. Bila dalam instrumen internasional, informasi-informasi tersebut wajib diberikan oleh pejabat lembaga pemenjaraan, tetapi dalam instrumen nasional pemberian pengenalan lingkungan ini diberikan oleh kepala blok. Kepala blok adalah narapidana, yang biasanya dipilih atas kualifikasi pendeknya sisa masa hukuman dan perilaku patuh “hokum” (sesungguhnya hanya patuh kepada petugas) serta memiliki kewibawaan atas narapidana lain, pihak yang diberikan tanggung jawab oleh petugas yang berwenang dalam lembaga sebagai penyambung lidah petugas, dan menjadi penanggung jawab atas ketertiban dan keamanan di wilayah bloknya yang terdiri atas beberapa kamar dan dihuni oleh sejumlah narapidana.
Dalam instrumen internasional, secara jelas diatur tentang keberadaan lembaga pengawas yang independen (ombudsman atau oversight committee) atas bekerjanya lembaga-lembaga dan administrasi pemenjaraan, untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga ini telah bekerja sebagaimana aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga yang independen ini juga memiliki otoritas atas akses yang luas ke dalam lembaga pemenjaraan dan terhadap narapidana. Narapidana pun memiliki hak untuk menyampaikan keluhan kepada lembaga. Pengawas yang independen ini secara bebas dan tanpa didengarkan oleh pejabat lembaga pemenjaraan. Tentang lembaga pengawas yang independen ini tidak diatur dalam instrumen nasional.
Prinsip-prinsip dasar bahwa pengaturan lembaga pemenjaraan harus meminimalkan berbagai perbedaan diantara kehidupan dalam lembaga dengan kehidupan bebas, yang bertujuan untuk mengurangi pertanggung jawaban para narapidana karena martabat mereka sebagai insan manusia, juga dianut oleh instrumen nasional.
Hal-hal tentang pencatatan identitas diri narapidana, kategori-kategori penempatan narapidana, akomodasi, kebersihan pribadi, pakaian narapidana dan tempat tidur, makanan, pelayanan kesehatan, dan lain-lain, mesldpun tidak diatur secara rinci sebagaimana dalam Standard Minimum Rules (UN), dalam instrumen nasional pun hampir semuanya telah diatur, walaupun memang dengan kualitas yang lebih rendah ketimbang ketentuan yang secara eksplisit disebut dalam Standard Minimum Rules (UN). Misalnya, dalam hal pemberian pakaian, perlengkapan tidur, ketersediaan obat-obatan dan petugas medis demikian pula masalah sanitasi dan ventilasi kamar atau sel narapidana.
Berkaitan dengan restorative justice, maka terdapat banyak sekali hal yang terdapat dalam ketentuan internasional ataupun nasional yang terkait dengan penahanan/pemenjaraan sebagai kegiatan terminal yang harus memiliki kontribusi pada kehidupan yang lebih baik, minimal sama, pada diri pelanggar hukum pasca penghukuman. Penekanan pada pemberian pelatihan vokasional sebagai bekal di masa depan, adalah salah satu bentuknya. Dengan kata lain, penghukuman tidak lagi merupakan instrumen retributif ataupun rehabilitatif tetapi juga restoratif. Walaupun demikian, masih berkaitan dengan ide restorative justice, maka terdapat banyak sekali hal yang belum diatur dalam ketentuan internasional ataupun, apalagi, nasional. Pemenuhan hak-hak asasi tahanan dan narapidana memang tidak dapat disingkirkan, namun seyogyanya dilaksanakan bersamaan dan seimbang dengan pemenuhan hak-hak asasi pihak-pihak yang terkait dengan pelaku kejahatan. Tidak hanya itu, sistem pemasyarakatan yang secara konsisten dan optimal menganut pemikiran restorative justice, sebenarnya tidak menuntut diberlakukannya berbagai hal yang selama ini telah diatur dalam ketentuan internasional ataupun nasional mengenai pembinaan ataupun perlakuan terhadap narapidana.
Perspektif restorative justice juga menuntut diadakannya pembentukan ataupun perubahan (bila sebelumnya sudah terbentuk) menyangkut lembaga-lembaga lain di luar lembaga pemasyarakatan guna bersama-sarna lembaga pemasyarakatan merestorasi perilaku jahat atau menyimpang dari narapidana. Baik ketentuan mternasional maupun nasional tidak menyinggung hal itu. Ide restorative justice menghendaki agar proporsi lembaga-lembaga lain tersebut cukup signifikan dibandingkan dengan lembaga pemasyarakatan, melambangkan tersedianya.cukup alternatif dalam rangka pemberian sanksi sosial bagi anggota masyarakat yang melakukan kejahatan dan penyimpangan.
Keadaan Di lapangan:
 overpopulation, berimbas kepada banyak persoalan seperti keterbatasan ruang, fasilitas pembinaan, fasilitas-fasiltas dasar seperti tempat tidur, pakaian, dll. Ancaman keributan atau kerusuhan dalam lembaga, kontrol dan perhatian petugas yang terbatas akibat perbandingan yang tidak ideal antara jumlah petugas dengan narapidana, akses terhadap kegiatan-kegiatan pembinaan dan keterampiian kerja yang sangat terbatas.
 indikator kebehasilan pembinaan dalam lembaga cenderung dilihat oleh pejabat lembaga melalui sejauh mana kepatuhan narapidana terhadap peraturan lembaga yang direpresentasikan oleh ada tidaknya pelarian dan keributan dalam lembaga dengan demikian maka prioritas utama pembinaan adalah menciptakan kestabilan keamanan dalam lembaga melalui peraturan-peraturan yang ketat, sanksi hukum yang keras (meskipun tidak ada kepastian dan kejelasan). Karena berprioritas pada kestabilan dan keamanan institusi, maka program pembinaan berjalan dengan semangat 'asal ada kegiatan'. Minimnya anggaran juga menyebabkan Lapas sulit mengatur program kegiatan yang benar-benar tepat sasaran. Anggaran terbesar diserap oleh kebutuhan akan makanan bagi napi.
 pelatihan kerja atau keterampilan, seringnya hal itu tidak sesuai dengan karakteristik, minat dan keinginan mereka, atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi di luar lembaga. Ketertinggalan teknologi dan tidak bervariasinya pemberian keterampilan justru menyebabkan kegiatan menjadi tidak efektif, dengan biaya produksi yang tinggi dan hasil yang tidak maksimal. maka, tidaklah terlalu mengherankan bila hal tersebut menyebabkan kebanyakan bekas narapidana menemui kesulitan untuk berintegrasi kembali ke dalam masyarakat. Selain, tentu saja, persoalan stigma negatif yang menempel pada 'label' bekas narapidana menyebabkan banyak perusahaan atau majikan tidak mau menerima 'eks napi' sebagai pegawainya.
 Program pembinaan dititikberatkan pada kegiatan pembinaan agama karena pejabat yang berwenang memandang kejahatan sebagai dosa, sehingga konsep tentang tobat dan akhlak, masih sangat kental. Menurut mereka, persoalan kejahatan adalah persoalan tidak adanya iman yang kuat dari para pelakunya
Penempatan narapidana di dalam Lapas juga menimbulkan "korban" baru (secondary but indirect victimisation). Napi sudah berkeluarga, mengharuskan istri dan keluarganya (seperti orangtua, saudara, dll.) untuk menanggung biaya hidup anak-anaknya. Mereka tidak ingin kembali ke tempat tinggal asalnya menggambarkan bahwa tidak ada upaya reintegrasi, baik antara pelaku dengan korban, juga antara pelaku dengan masyarakat, yang mestinya menjadi inisiatif dan dilakukan oleh sistem peradilan. Realitas program pembinaan narapidana di dalam dan di luar lembaga, tidak bisa dipisahkan dari kondisi sumber daya petugas yang secara umum tidak cukup kapabel.
Dalam melaksanakan pembinaan Lapas terdapat faktor-faktor yang mendapat perhatian karena dapat berfungsi sebagai faktor pendukung dan lebih lagi yang perlu diperhatikan yakni apabila terdapat sebagai faktor yang menjadi kendala. Munculnya kendala-kendala tersebut tentunya perlu untuk segera dicari pemecahannya agar dalam proses pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Adapun kendala-kendala tersebut antara lain :
1. Dana
Dana merupakan faktor utama yang menunjang untuk pelaksanaan pembinaan anak didik pemasyarakatan dalam pelaksanaannya maka dibutuhkan peralatan dan bahan-bahan. Sebab program pembinaan tidak hanya 1(satu) macam saja melainkan banyak macamnya sesuai dengan bidang minat maupun pekerjaan atau keterampilan yang mungkin diperlukan untuk kebutuhan dan kepentingan bagi napi setelah mereka keluar dari Lapas. Kurang atau tidak adanya dana menjadi salah satu faktor penyebab yang menjadi faktor penghambat bagi pelaksanaan pembinaan, karena dapat mengakibatkan tidak berjalan dan tidak terealisasinya semua program pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan karena sangat minimnya dana yang tersedia
2. Petugas
Dalam pembinaan, petugas mempunyai peran yang sangat penting. Hal yang menjadi dasar yang dapat mempengaruhi pola perilaku dan bertindak para petugas tentunya berupa tingkat pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan sistem pemasyarakatan itu sendiri. Sehingga petugas dituntut untuk dapat mengerti tentang persoalan-persoalan yang timbul demi lancarnya proses pembinaan tersebut.
3. Narapidana
Keberhasilan dari terlaksananya program pembinaan terhadap napi tidak hanya tergantung dari faktor petugasnya, melainkan juga dapat berasal dari faktor napi itu sendiri juga memegang peran yang sangat penting. Adapun hambatan-hambatan yang berasal dari narapidana antara lain :
a. Tidak adanya minat
b. Tidak adanya bakat
c. Watak diri
4. Sarana dan fasilitas pembinaan
Kurangnya peralatan atau fasilitas baik dalam jumlah dan mutu juga banyaknya peralatan yang rusak menjadi salah satu faktor penghambat untuk kelancaran proses pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana, karena dari semuanya itu tidak tertutup kemungkinan faktor tersebut menjadi penyebab tidak aman dan tertibnya keadaan di dalam penjara.
5. Kualitas program pembinaan
Kualitas dan bentuk-bentuk program pembinaan tidak semata-mata ditentukan oleh anggaran maupun sarana dan fasilitas yang tersedia. Tetapi diperlukan program-program pembinaan yang kreatif dan murah serta mudah untuk dilakukan, sehingga dapat berdampak sebagai pembelajaran yang optimal bagi napi sebagai bekal keterampilannya untuk kelak setelah keluar dari Lapas.
6. Kesejahteraan petugas
Disadari sepenuhnya bahwa faktor kesejahteraan petugas pemasyarakatan di indonesia memang dibilang masih memprihatinkan, hal ini disebabkan karena keterbatasan dana dan kemampuan untuk memberikan tunjangan bagi petugas pemasyarakatan. Maka imbalan yang diperolehnya menjadi belum seimbang dibandingkan dengan tenaga yang mereka sumbangkan untuk bekerja siang dan malam tanpa mengenal lelah di dalam Lapas. Namun pada dasarnya faktor kesejahteraan petugas ini jangan sampai menjadi faktor yang menyebabkan lemahnya pembinaan dan keamanan serta ketertiban di dalam Lapas.
7. Masyarakat dan pihak korban
Pada dasarnya masyarakat juga merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan terhadap napi, karena masyarakat secara tidak langsung menjadi penentu berhasil tidaknya proses pembinaan di Lapas. Dalam hal pembinaan berupa program integrasi, masih terdapat kendala-kendala seperti kebanyakan lingkungan masyarakat dan pihak korban tidak mengizinkan kepadanya untuk kembali lagi ke masyarakat meskipun hanya sebentar.

BAB III
PENUTUP

Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pengayoman serta pemasyarakatan narapidana, akan tetapi disisi lain Lembaga Pemasyarakatan memang tidak bisa memberikan suatu jaminan, bahwa warga binaan yang sudah dibina itu pasti mau mentaati peraturan dan tidak melakukan kejahatan lagi, serta juga tidak ada jaminan bahwa program yang dilaksanakan dalam rangka pengayoman serta pemasyarakatan warga binaan pasti membawa hasil yang memuaskan.
Pembinaan yang diberikan kepada narapidana yang berorientasi pada masa depan yang cerah dapat diwujudkan, apabila narapidana itu secara sungguh-sungguh menyadari bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada mereka bukanlah dimaksudkan untuk membalas perbuatan yang dilakukan oleh warga binaan itu, akan tetapi untuk mengayomi serta memasyarakatkan napi itu kejalan yang benar agar mereka menjadi manusia yang baik dan bertanggung jawab sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Lembaga Pemasyarakatan mempunyai tugas untuk memulihkan terbentuknya kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan narapidana sebagai Individu, anggota masyarakat dan Makhluk Tuhan YME, selain itu juga untuk melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan narapidana dalam kerangka penegakan hukum, pencegahan dan penaggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan HAM.
Saran
1. Perlunya pengiriman pegawai untuk mengikuti program kekhususan yang dilaksanakan instansi lain yang berkaitan dengan kegiatan keterampilan.
2. Perlunya kerjasama dengan instansi lain untuk memasarkan hasil produk napi di Lapas, apabila ada produk yang dihasilkan.
3. Program dan ragam pembinaan terhadap narapidana hendaknya dilaksanakan secara efektif dan kreatif serta berdaya guna untuk pengembangan kepribadian serta peningkatan keterampilan bagi narapidana.
4. Kesejahteraan petugas pada umumnya dan petugas pemasyarakatan pada khususnya hendaknya lebih diperhatikan dan ditingkatkan kesejahteraannya oleh Pemerintah, mengingat pengabdian yang mereka berikan untuk kepentingan bangsa dan negara bukna untuk kepentingan mereka sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Arswendo Atmowiloto, Hak-Hak Narapidana, Elsam, Jakarta, 1996

Harsono HS, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta, 1995.

Lamintang P.A.F., Drs.SH., Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984.

Nur Rochaeti, SH. MHum, Pembinaan narapidana di LP Kedung Pane Semarang, Majalah Hukum Undip, Semarang, 2004.

Nur Rochaeti, SH. Mhum, Sejarah Perkembangan Penjara: Dari Bui Ke Pemasyarakatan, Bahan Kuliah Penologi, Penologi Suatu Pengantar

Sudarto, SH, hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto : FH Undip, Semarang, 1991

Suatu Laporan dari ASIA WATCH, Kondisi-Kondisi Penjara Di Indonesia, 1990
www.nicic.org. Keadilan Restoratif, diambil dari Tony Marshall, yang dikutip dalam Restorative Justice Of Printiciple. Kelompok Kerja PBB

Read More......